
Apakah dirimu telah mendapati kelemahanku ini?
Titik-titik air mata dukamu telah membuat diriku merasa terluka,
Oleh karena semua salah yang tak diriku sadari. Hingga kapan dirimu hendak menyesali diri?
Selain ucapan ucapan yang tak diriku punyai, Untuk memberikan isyarat mimpi-mimpi, Hasrat kehendakmu, atau petunjukmu.Tataplah diriku, Ruhku.
Segenap kehidupanku yang tercurah kepada tuntunanmu.
Betapa pedih kesengsaraan diriku.Mengiringi liku-liku jejak kakimu.
Batinku yang pada awalnya indah berdiam di atas tahta, Namun sekarang meringkuk sebagai hamba sahaya, Kesadaran dirimu pernah menjadi teman sejati, Saat ini berubah melawan pada diriku
Namun saat ini mengutuk kelemahankelemahanku.
Mengapa, Ruhku, demikian banyak dirimu menuntut kepada diriku?
Dan diriku menghindari suka cita duniawi?
Dalam menuruti arah tuntunanmu, yang telah dirimu haruskan untuk kuikuti
Cobalah berbuat adil kepada diriku, atau undang sang ajal,
Untuk melepaskan diriku dari belenggu.
Oleh karena Keadilan merupakan mahkotamu.
Maafkan diriku, Ruhku, ampunilah aku!
Diriku telah engkau selimuti dengan kasih dan Sayang-Mu
Sampai-sampai diriku tiada berdaya membawanya lagi.
Dirimu dan Kasih-Sayang terus menyatu dalam segala daya
Batin dan diriku senantiasa bersatu dalam kelemahan,
Sampai kapan pergulatan ini akan berakhir Di antara daya dan kelemahan?
Maafkan diriku, Ruhku, ampuni aku!
Diriku telah menunjukkan di mana kebahagiaan berada
Jauh di luar kemampuan yang diriku miliki.
Dirimu dan suka cita kini berumah pada puncak gunung yang menjulang
Sedangkan derita dan diriku terlentang bersama di dasar lembah
Kapan akan berjumpa dengan pucuk gunung yang disertai dengan jurang yang dalam?
Maafkan diriku, Ruhku, berikanlah ampunan.
Dirimu telah menampakkan kepada diriku Keelokan,namundengancepatengkaumenyembunyikannya kembali.
Dirimu dan Keelokan hidup dalam cahaya;
Kebodohan dan diriku terjerat bersama di tengah kesuraman yang nyata.
Kapankah cahaya yang terang menembus kelamnya malam?
Keemasanmu akan datang bersama akhir nanti,
Dan sekarang dirimu menampakkannya sebagai pembukaan;
Namun jasad ini sengsara bersama kehidupan. Inilah, Ruhku, yang tak diriku mengerti
Dirimu tergesa melayang ke arah dunia keabadian, Namun jasadku hanya merangkak pelan-pelan.Menuju kehancuran.
Dirimu tak bisa menanti sedangkan jasad tak dapat dikejar!
Inilah, Ruhku, beban batinku.
Dirimu demikian kaya akan pengetahuan dan kebajikan,
Namun jasad ini lamban mencapai pemahaman. Dirimu tak menanggung kompromi,
Sedangkan jasad tak bersedia memahami Inilah, Ruhku, penderitaan batinku.
Pada tenangnya malam kelam dirimu mendatangi Sang Pujaan
Dan merasai pucuk-pucuk kebahagiaan kebersamaan
Sedangkan jasad ini masih tertinggal,
Terbakar oleh benturan dera di tengah-tengah harapan dan perpisahan.
Inilah, Ruhku, akhir penderitaan batinku.
[
Tidak ada komentar:
Posting Komentar